Senin, 22 Agustus 2016

PENGEMBANGAN BLENDED LEARNING BERBASIS HANDPHONE UNTUK MATA PELAJARAN SISTEM KOMPUTER KELAS XI SMKN 1 KOTA BENGKULU





PENGEMBANGAN BLENDED LEARNING BERBASIS HANDPHONE
UNTUK MATA PELAJARAN SISTEM KOMPUTER KELAS XI
SMKN 1 KOTA BENGKULU

Basuki Wibawa
Paidi




Basuki Wibawa, Universitas Negeri Jakart, Program Pasca Sarjana, email :  bwibawa@unj.ac.id
Paidi, SMKN 1 Kota Bengkulu, Teknik Komputer dan Informatika, email : paidi_71@yahoo.co.id


Abstrak

Pendidikan mempunyai peranan penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar generasi muda dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya. Sekolah menengah kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menyiapkan lulusannya untuk memasukki dunia kerja. Salah satu program wajib di SMK adalah siswa melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL). Untuk memberikan akses belajar kepada siswa selama berada industri maka perlu pembelajaran secara blended learning menggunakan media handphone. Agar hasil belajar siswa dapat maksimal maka pengembangan pembelajaran ini dilakukan dengan menerapkan pola penelitian dan pengembangan diadaptasi dari The Steps of System Approach Model of Educational Reseach and Development (R &D), Fourth Edition dan Seventh Edition karya Borg and Gall. Model blended learning yang akan dikembangkan adalah model Norman Vaughan dan Model Flippled Classroom. Bahan pembelajaran yang dikembangkan adalah mata pelajaran sistem komputer. Pengukuran hasil pengembangan dilakukan dengan cara melaksanakan evaluasi formatif yang terdiri dari evaluasi one to ane with expert, one to one with learner, small group dan field trial

Keywords : Blended Learning, Handphone, Mata pelajaran Sistem Komputer, Penelitian dan pengembangan.


1.  Introduction
Pendidikan mempunyai peranan penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan kualitas sumber daya manusia,  terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya produktif dan kreatif oleh seluruh komponen bangsa, agar generasi muda dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya.

Untuk menghasilkan SDM yang berkualitas dapat dilakukan pada jalur pendidikan formal, pendidikan non formal maupun informal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui proses belajar mengajar, berjenjang dan berkelanjutan mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah sampai  pendidikan tinggi.  Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Kualitas sumber daya manusia (SDM) akan menjadi kunci utama dalam memenangi persaingan pada era MEA.  Tanpa adanya upaya peningkatan kualitas SDM secara cepat, Indonesia bakal kalah bersaing dengan para pencari kerja asing yang masuk ke tanah air[1]. Gambaran umum kondisi pencari kerja yang berasal dari lembaga pendidikan di Indonesia hingga akhir tahun 2014 seperti gambar 1.1















Sumber www.bps.go.idwww.bps.go.id, diakses tanggal 1 September 2015
 
Tingginya angka pencari kerja tersebut merupakan peluang untuk mengambil peran dalam era MEA 2015 jika sumber daya manusia tersebut memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidangnya. Kompetensi tersebut dapat diperoleh melalui proses pendidikan pada berbagai jenjang pendidikan.
Salah Satu Jenjang pendidikan yang memiliki pengaruh langsung terhadap upaya penciptaan kualitas sumber daya manusia adalah sekolah menengah kejuruan. Proses penyelenggaraan pendidikan pada SMK lebih diarahkan untuk memberikan keterampilan / skill kepada siswa sebagai persiapan untuk memasuki dunia kerja.
Guna meningkatkan peran SMK  dalam kancah persaingan pasar global dan untuk menyiapkan tenaga terampil tingkat menengah maka penyenggaraan SMK perlu lebih meningkatkan peran serta siswa dalam belajar. Proses pembelajaran di SMK  perlu menerapkan pembelajaran yang inovatif dan produktif sehingga siswa dapat mengembangkan kompetensinya yang difasilitasi oleh guru. Untuk tujuan ini diperlukan perubahan kurikulum, cara mengajar harus mampu mempengaruhi  perkembangan pendidikan karena pendidikan merupakan tolok ukur pembelajaran dalam lingkup sekolah. Hasil-hasil pembelajaran berbagai disiplin ilmu di SMK seringkali tidak dapat memuaskan berbagai pihak yang berkepentingan (stacholder), hal ini disebabkan oleh : 1) pendidikan kurang sesuai dengan kebutuhan dan fakta yang ada sekarang (need assessment); 2) metodologi, strategi dan teknik yang kurang sesuai dengan materi dan 3). Prasarana yang kurang mendukung proses pembelajaran. Untuk memperbaiki kondisi tersebut maka diperlukan perbaikan mutu proses dan hasil pembelajaran dengan pandangan-pandangan dan temuan-temuan baru di berbagai bidang, metodologi pembelajaran yang dimutakhirkan, diperbaharui dan dikembangkan oleh berbagai kalangan khususnya kalangan pendidikan, pengajaran dan pembelajaran[1] Peningkatan kualitas pembelajaran di SMK sebagai upaya memperkecil pengangguran lulusan SMK, dapat dilakukan dengan meningkatan sarana dan peningkatan kualitas penyelenggaraan proses belajar mengajar di SMK. Wibawa menyatakan bahwa sarana fisik dan non fisik perlu dibangun dan disediakan sesuai dengan standar mutu agar dapat menjamin terjadinya proses belajar mengajar yang secara optimal.[2]
Proses pembelajaran di kelas XI di SMKN 1 Kota Bengkulu terdapat proses pembelajaran yang kurang efektif pada kelas XI karena yaitu pada saat pelaksanaan praktik kerja lapangan (PKL) selama 3 bulan atau setara dengan 576 jam pelajaran. Ketidakefektifan ini disebabkan karena guru dan siswa tidak bisa melaksanakan pembelajaran seperti biasanya dikarenakan siswa selama PKL berada di industri, sehingga mata pelajaran hanya dilakukan dalam bentuk pembuatan tugas-tugas yang diberikan oleh guru pada awal kegiatan dan dikumpulkan setelah siswa masuk kembali ke sekolah. Untuk mengatasi permasalahan ini kiranya perlu melakukan modifikasi model pembelajaran oleh guru sehingga proses pembelajaran masih dapat  dilakukan, meskipun guru dan siswa tidak bertemu di ruang kelas. Upaya ini perlu dilakukan supaya semua mata pelajaran dapat diberikan dan siswa secara optimal. Kemajuan teknologi informasi seperti handphone saat ini dapat dijadikan salah satu fasilitas untuk mewujudkan proses pembelajaran tersebut. Guru masih dapat memberikan pembelajaran kepada siswa, demikian juga siswa masih dapat mengikuti materi-materi pelajaran yang diberikan oleh guru.
Pengembangan blended learning berbasis handpone akan diujicobakan pada mata pelajaran sistem komputer kelas XI karena dilihat dari hasil belajar siswa pada tahun pelajaran 2013/2014 memperlihatkan hasil yang belum maksimal. Masih banyak siswa yang belum kompeten (dibawah KKM = 70) sehingga kiranya perlu dilakukan perbaikan proses pembelajaran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 1.1 dan grafik 1.2.






Adanya waktu pembelajaran yang tidak efektif ini dapat ditanggulangi dengan menerapkan beberapa model pembelajaran dalam bentuk blended learning yaitu pembelajaran yang memadukan antara pembelajaran konvensional secara tatap muka dengan penerapan media handphone.
2.  Blended Learning berbasis Handphone
            Pengembangan blended learning berbasis handphone dilaksanakan dengan cara memadukan pembelajaran secara tatap muka dengan pembelajaran secara online. Gagne at. All menyatakan “The term blended learning refers to a training product or program that combines several different delivery methods, such as collaboration software, online courses, electronic performance support systems, and knowledge management practices.....[1]. Blended learning merupakan pembelajaran campuran pada produk pelatihan atau program yang menggabungkan beberapa metode yang berbeda, seperti perangkat lunak kolaborasi, kursus online, sistem pendukung kinerja elektronik, dan praktek manajemen pengetahuan.
Thorne menyatakan ”Blended Learning is the most logical and natural of our learning agenda. It suggests an elegant solution to the chellenges of tailoring learning and development to the need of individuals....[2]. Blended Learning adalah agenda pembelajaran kami yang paling logis dan alami. Ini menunjukkan solusi yang baik untuk menghadapi tantangan pembelajaran dan pengembangan kebutuhan individu. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara menerapkan beberapa model dalam pembelajaran dinamakan dengan blended learning.
Hew & Cheung menjelaskan “Blended learning as the integration of almost all multiple learning methods or techhiques such as combination of laboratory sessions, face-to-face lectures, assigned redings, formal coursework, self-paced, collaborative, online format, as well as supervised hends-on practice..”[3]. Blended learning sebagai integrasi secara keseluruhan dari beberapa metode atau teknik pembelajaran seperti kombinasi sesi laboratorium, kuliah tatap muka, membaca penugasan, kursus formal, serba diri, kolaboratif, format yang online, serta pengawasan praktik.
            Penerapan blended learning dalam pembelajaran menurut   Hew & Cheung perlu memperhatikan  Four main reasons of blended learning : 1. an ability to meet students educational needs, 2. improving student-to-student communication, 3. the average overall per-student cost, and improving student learning outcomes as well as lowering attrition rates, 4. increasingly attract more and more educational institutes to embrace the blended learning approach[4]. Empat alasan utama pemakaian blended learning adalah : 1). kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan peserta didik / siswa, 2). meningkatkan komunikasi peserta didik / siswa, 3). rata-rata biaya persiswa secara keseluruhan, dan meningkatkan hasil belajar siswa serta menurunkan tingkat putus sekolah, 4) semakin menarik dan lebih banyak lembaga pendidikan untuk menerapkan pendekatan blended learning.
         Allen and Seaman menyatakan “have defined blended learning as a course with 80% of the content being delivered online, with a blended course being one where 30–79% of the content is delivered online alongside face-to-face sessions...[5]. Blended learning didefinisikan sebagai kursus dengan 80% disampaikan melalui secara online, dengan dicampur 30-79% konten pembelajaran yang disampaikan  sesi tatap muka. Masie (2002) mendefinisikan  blended learning sebagai penggunaan dua atau lebih metode pelatihan yang berbeda.
            Penyelenggaraan pelatihan dengan menggunakan berbagai model pembelajaran menurut Aora et all perlu memperhatikan hal-hal seperti berikut ini  :
The training program that was developed had three core elements:
1.     Blended Learning: presents strategies for integrating face-to-face and online sessions and assignments effectively to impact student learning
2.     Assessing Your Blended Course: engages faculty in writing effective student learning objectives, aligning those objectives with course assignments, and then assessing student learning; outlines mentor process.[6]
          Guna memaksimalkan pencapaian pembelajaran, maka pembelajaran dapat menerapkan blended learning, sebagaimana pendapat Aora et all seperti berikut : “Blended learning focuses on optimizing achievement of learning objectives by applying the “right” learning technologies to match the “right” personal learning style to transfer the “right” skills to the “right” person at the “right” time.[7] Blended learning berfokus pada pencapaian tujuan pembelajaran yang optimal dengan menerapkan teknologi pembelajaran yang tepat untuk mencocokkan gaya belajar pribadi yang benar untuk mentransfer  keterampilan yang benar untuk orang yang benar diwaktu yang benar.
Bersin menjelaskan tentang blended learning sebagai berikut “ Blended learning is the combination of different training “media” (technologies, activities, and types of events) to create an optimum training program for a specific audience...[8] . Blended learning adalah kombinasi dari media pelatihan yang berbeda-beda (teknologi, kegiatan, dan jenis peristiwa) untuk membuat program pelatihan yang optimal untuk audiens tertentu.
Horn and Staker menjelaskan “Blended  learning is a formal education program in which a student learn at least in part through online learning with some element of student control over time, place, path,and/or pace and at least in part at a supervised brick and mortar location away from home.[9] Blended learning adalah program pendidikan formal yang mana siswa belajar setidaknya melalui pembelajaran online dengan beberapa elemen pengontrol siswa sepanjang, tempat, jalan, dan / atau kecepatan dan setidaknya sebagian itu diawasi dan diakomodir dari rumah.
Wang, Han,  and Yang  menjelaskan “The content in blended learning        In terms of innovative curriculum design in blended learning. Elia, Secundo, Assaf, and Fayyoumi  summarized the following new principles “a) the involvement of heterogeneous stakeholders in the course’s design phase; b) the focus on development rather than on knowledge transfer; c) the choice of team work as an additional to evaluate individual students’ performances; d) presence of remote and F2F interactions among peers and between teachers and students; e) the usage of web 2.0 tools as enablers of collaborative learning processes and social networking; f) continuous tutoring both for content and technological issues.[10]. 
            Konten dalam blended learning dalam bentuk desain kurikulum inovatif pada blended learning, Elia, Secundo, Assaf, dan Fayyoumi merangkum prinsip-prinsip baru berikut : a) keterlibatan pemangku kepentingan yang heterogen dalam perjalanan tahap desain ini; b) fokus pada pengembangan daripada transfer pengetahuan; c) pilihan tim kerja sebagai tambahan untuk mengevaluasi kinerja masing-masing siswa; d) adanya interaksi terpencil dan F2F antara rekan-rekan dan antara guru dan siswa; e) penggunaan web 2.0 sebagai alat dari proses pembelajaran kolaboratif dan jaringan sosial; f) bimbingan terus menerus baik untuk masalah konten dan teknologi.
            Graham, Allen, and Ure dalam Koc, Liu dan Wachira menyatakan “Reviewed many definitions of blended learning and came up with three common themes: combining instructional modalities or media, combining instructional methods, and combining online and face-to-face instruction. Graham (2005) then created the definition: “Blended learning systems combine face-to-face instruction with computer-mediated instruction.[11] Ulasan beberapa definisi dari blended learning mengemukan tiga tema umum yaitu : 1) menggabungkan modalitas instruksional atau media, 2) menggabungkan metode pembelajaran, dan 3) menggabungkan pembelajaran secara online dan instruksi tatap muka. Graham (2005) kemudian membuat definisi: "sistem pembelajaran blended yang menggabungkan instruksi tatap muka dengan instruksi-dimediasi komputer.
            Vaughan menjelaskan blended learning sebagai “For the purpose of this research study, blended learning is defined as the intentional integration of face-to-face and online learning experiences through the use of digital technologies.[12] Untuk tujuan penelitian ini, blended learning didefinisikan sebagai integrasi yang disengaja melalui tatap muka dan pengalaman belajar secara online dengan penggunaan teknologi digital.
3.    Proses pembelajaran Blended Learning berbasis Handphone
Pembelajaran blended learning dapat dilakukan dengan cara menggabungkan pembelajaran konvensional yaitu tatap muka dengan pembelajaran yang menggunakan berbagai media elektronik. Hal ini sejalan dengan pendapat Hogan dalam Kitchenham menyatakan : “Refers to use of the use wireless devices to make online learning even more anytime anyplace. Devices include laptops, MP3 players, IPods, personal digital assistants (PDAs), eBook readers, and smart phones.[13] Mengacu pada penggunaan perangkat nirkabel untuk membuat pembelajaran online bisa digunakan kapanpun dan dimanapun. Perangkat termasuk laptop, MP3 player, iPod, personal digital assistant (PDA), pembaca e-book, dan ponsel pintar. Lebih lanjut Hogan menjelaskan ruang lingkup blended learrning meliputi : 1) Dynamics and Access: What is the frequency of use of computer technology necessary for success in the course?; 2) Assessment: How much of the assessment is done via computer technology?; 3) Communication: How much of the communication  happens via computer technology? 4) Content: How much of the content is available  via computer technology?.[14] Blended learning meliputi : 1) Dinamika dan akses: Apa frekuensi penggunaan teknologi komputer yang diperlukan untuk sukses dalam kursus ?; 2) Penilaian: Berapa banyak penilaian yang dilakukan melalui teknologi komputer ?; 3) Komunikasi: Berapa banyak komunikasi yang terjadi melalui teknologi komputer? 4) Isi: Berapa banyak konten yang tersedia melalui teknologi komputer.
Thorne menjelaskan “ Blended learning is a mix of: 1) Multimedia technology; 2) CD ROM video streaming; 3) Virtual classrooms; 4) Voicemail, email and conference calls; 5) Online text animation and video-streaming.[15]  Blended learning adalah campuran dari: 1). Teknologi Multimedia; 2) CD ROM Streaming video, 3) Virtual ruang kelas; 4) Voicemail, email dan panggilan konferensi; 5) online teks animasi  dan video streaming.
            Sebagaimana telah diuraikan pafa bagian diatas bahwa Blended Learning adalah pembelajaran yang menggabungkan antara pembelajaran tatap muka (face-to-face) dan pembelajaran online menggunakan handpone, maka pelaksanaan blended learning di dalamnya terdapat bentuk interaksi antara guru dan siswa yang dilakukan secara kombinasi antara pembelajaran yang dilaksanakan secara tatap muka maupun secara online. Pembelajaran konvensional dilaksanakan dalam format yang sederhana. Pembelajaran dilaksanakan dalam bentuk tatap muka langsung antara guru dengan siswa di ruangan kelas. Pembelajaran berlangsung selama waktu tertentu yang terjadwal, sehingga pembelajaran antara siswa dengan guru menjadi relatif terbatas yaitu pembelajaran dilakukan selama 2 x 45 menit untuk satu (1) pertemuan.
            Pelaksanaan Blended learning menurut Virtual,  Horn & Staker adalah : “a course or subject in which students have required fa-to-face learning sessions with their teacher of record and then are free to complete theory remaining coursework remote from the face-to-face teacher”. Kursus atau subjek di mana siswa telah diperlukan dalam sesi belajar secara tatap muka dengan merekam guru mereka dan kemudian bebas untuk menyelesaikan teori kursus yang masih tersisa atau tertinggal pada pembelajaran tatap muka dengan guru.[16]
            Untuk menentukan jumlah pembelajaran dipergunakan model Norman Vaughan dan untuk menentukan model pembelajaran secara online 




dilakukan dengan cara memodifikasi Model Flippled Classroom. Gambaran pelaksanaan model blended learning berbasis handphone seperti berikut

4.    Media Pembelajaran Berbasis Handphone
            Boss & Krauss menyatakan “mobile phone are truning into multifunctional gadgets, and evem those billed as just phone ofter usefull learning function. Most of today’s phone let you talk, photograph, do text messaging, and browse the internet from most anywhere”[1]. Ponsel berubah menjadi gadget multifungsi, dan bahkan mereka berperan sebagai telepon yang sangat berguna dalam proses pembelajaran. Sebagian besar ponsel saat ini digunakan untuk berbicara, foto, melakukan pesan teks, dan browsing internet dari mana saja. Terkait dengan pelaksanaan pembelajaran, pembelajaran bisa dilakukan dimana saja dengan bantuan telepon seluler (di Indonesia disebut HP dan istilah internasionalnya mobile phone / MP) maka dinamakan dengan mobile learning (m-learning). Jika seseorang pembelajarannya melakukan interaksi dengan lingkungan e-learning  seperti chatting yang bertujuan pembelajaran maka dinamakan blended learning.[2]
          Baran menyatakan : “Mobile learning holds promises for creating mobile, collaborative, contextualized, customized, and personalized learning opportunities for teachers.”[3]. Ponsel pembelajaran berjanji untuk membuat ponsel yang kolaboratif, kontekstual, umum, dan kesempatan belajar secara personal bagi para guru.
Zorica, et.all menjelaskan bahwa “In order to integrate mobile educational activities into Moodle, a mobile quiz application has been developed. The application enables the recognition of a device used for accessing the system and adaptation of educational content with respect to technical characteristics of the device, especially the screen size. The application is based on blending traditional and mobile educational activities within an e-learning course. A blended course consists of activities adjusted to displayon desktop computers (e-activities) and mobile devices (m-activities). An adaptability layer ensures the recognition of devices that are used to access the LMS.[4]
Untuk mengintegrasikan kegiatan pendidikan ponsel ke Moodle, aplikasi kuis mobile telah dikembangkan. Aplikasi ini memungkinkan pengakuan dari perangkat yang digunakan untuk mengakses sistem dan adaptasi konten pendidikan sehubungan dengan karakteristik teknis dari perangkat, terutama ukuran layar. Aplikasi ini didasarkan pada pencampuran kegiatan pendidikan tradisional dan mobile dalam kursus e-learning. Sebuah kursus dicampur terdiri dari kegiatan disesuaikan dengan komputer desktop yang display (e-aktivitas) dan perangkat mobile (m-kegiatan). Lapisan adaptasi memastikan pengakuan perangkat yang digunakan untuk mengakses LMS.  Proses untuk pengaplikasian moodle untuk pembelajaran dapat dilakukan dengan langkah-langkah : 1) Download Easy PHP and Moodle; 2) Install Easy PHP; 3) Set up the MySQL databse; 4) install Moodle.[5]
            Juddy, Lever-Deuffy, and McDonald menyatakan “When implementing technology in today's schools, one must consider how technologies are likely to change and emerge in the coming years. Today's purchase are most wisely made when they are likely to be compatible with the technologies that will be available tomorrow...[6] Ketika menerapkan teknologi di sekolah-sekolah saat ini, kita harus mempertimbangkan bagaimana teknologi cenderung berubah dan muncul di tahun-tahun mendatang. Pembelian hari ini yang paling bijaksana dibuat ketika mereka cenderung kompatibel dengan teknologi yang akan tersedia besok.
Wagner dalam Januszewki, Alan and Molenda menyatakan “...mobile learning  represents the next step in a long traditional of technology-mediated learning. It will feature new l strategies, practices, tools, applications, and  resources to realize the promise of ubiquitous, pervasive, personal, and connected learning”[7]. Mobile learning merupakan langkah berikutnya dalam tradisional panjang teknologi-mediasi belajar. Ini akan menampilkan strategi baru, praktek, alat, aplikasi, dan sumber daya untuk mewujudkan janji di mana-mana, meresap, pribadi, dan pembelajaran terhubung.
5.  Tahapan Pengembangan Pembelajaran Berbasis Handphone
            Tahapan pengembangan model pembelajaran yang akan digunakan adalah mengadopsi model The Steps of System Approach Model of Educational Reseach and Development (R &D), Fourth Edition dan Seventh Edition karya Borg and Gall. Model blended learning yang akan dikembangkan adalah model Norman Vaughan dan Model Flippled Classroom.
            Tahapan proses pengembangan sebagai berikut : 1) Data and Information Collecting, 2) Identity Instructional Goal, 3) Conduct instructional Analyze, 4) Analyze Learners and Contexts, 5) Write Performance Objectives, 6) Develop Assessment Instrument, 7) Develop Instructional Strategy, 8 Develop and Select Instructional Materials, 9) Revise Instruction, 10) Design and Conduct  Formative Evaluation of Instruction.[8]


[1]    Suzie Boss & Jane Krauss, Reinveting Project-Based Learing, Your Field Guide to Real-Word Projects in the Digital Age. (USA: International Society for Technology in Education), 2007.
[2]    Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, Teori dan Konsep Dasar. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), h, 140.
[3]   Evrim, Baran, A Review of Researc on Mobile Learning in Teacher Education. Middle East Technical University, Fakulty of Education, (Department of Education Science Ankara, Turkey//ebaran @metu.edu.tr, 2014), h. 92.
[4]    Zorica Bodanovic, et.all, Evaluation of mobile assessment in a learning Management System (Bristish Journal of Educational Technology Vol 45 No. 2 2014 doi:10.1111/bjet.12015), 2014, h. 236.
[5]   Helena Gillespie et.all, Learning and Teaching with Virtual Learning Environments, (British: Learning Matters Ltd, 2007), hh. 97-98.
[6]   Judy Lever-Deuffy, and McDonald, Teaching and Learning With Technology Fourth Edition,(Boston: Pearson education Inc, 2011), h, 369.
[7] Alan Januszewki and Michael Molenda, Educational Technology, A Definition with Commentary (New York: Taylor & Francis Group, 2008), h.
[8]   Walter Dick, Lou Carey, and James O Carey, The Sistematic Design of Instruction: Sixth Edition (New Jersey : Pearson, 2009),  hh. 6-8.


[1]   Robert M. Gagne et.all,  Principles of Instructional Design,Fifth Edition  (United State of Amerika: Thomson-Wadsworth, 2005), h. 224.
[2]   Kaye Thorne. Blended Learning How to Integrate Online and Traditional Learning (London; Kogan Page Limited, 2003), h. 16.
[3]  Khe Foon Hew & Wing Sum Cheung,  Using Blended Learning Evidence-Based Practices (Springer Singapore Heidelberg New York Dordrecht Lonon, 2014), h. 2.
[4]   Ibid, hh. 4-5.
[5]  Selma Koc, Xiongyi Liu, Patrick Wachira, Assessment in Online and Blended Learning Enviroment. (Charlotte, NC; Information Age Publishing, Inc, 2015), h, 22.
[6]  Ibid, h. 236
[7] Larry Bieslawki and Davaid Metcalf, Blended eLearning, Integrating Knowledge, Performance, Support, and Online Learning (Amherst;  HRD Press Inc, 2003), h. 264.
[8] Josh Bersin,  The Blended Learning Book, Best Practices, Proven Metodologies and Lessons Learnerd (San Francisco; John Wiley & Sons, Inc, 2004) h. xv.
[9] Michael B. Horn and Heather Staker, Blended Using Disrubtive Innovation to Improve Schools, (San Francisco: Jossey-Bass A Wiley Brand, 2015), h. 53.
[10] Yuping Wang, Xibin Han,  and Juan Yang, Revisiting the Blended Learning Literature: Using a Complex Adaptive Systems Framework (Educational Technology & Society, 18 (2), 2015.). h. 387.
[11] Selma Koc, Xiongyi Liu, Patrick Wachira, Assessment in Online and Blended Learning Enviroment (Charlotte, NC; Information Age Publishing, Inc, 2015), h, 22.
[12] Ibid. h.160.
[13] Andrew, Kitchenham, Blended Learning Across Disciplines Models for Implementation, (Unites States; Information Science Reference, 2011), h, 98.
[14] Ibid, h. 124
[15] Kaye Thorne, Blended Learning How to Integrate Online and Traditional Learning (London; Kogan Page Limited), 2003, h,16.
[16] Michael B. Horn & Heather Staker, Blended Using Disruptive Innovation to Improve School  (San Francisco: Jossey-Bass, 2015) h,60.


















Tidak ada komentar: