PENGEMBANGAN BLENDED LEARNING BERBASIS HANDPHONE
UNTUK MATA PELAJARAN
SISTEM KOMPUTER KELAS XI
SMKN 1 KOTA BENGKULU
Basuki Wibawa
Paidi
Basuki Wibawa, Universitas Negeri Jakart, Program Pasca
Sarjana, email : bwibawa@unj.ac.id
Paidi, SMKN 1 Kota Bengkulu, Teknik Komputer dan
Informatika, email : paidi_71@yahoo.co.id
Abstrak
Pendidikan mempunyai peranan penting untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia agar generasi muda dapat berkembang secara optimal sesuai
dengan potensinya. Sekolah menengah kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga
pendidikan yang menyiapkan lulusannya untuk memasukki dunia kerja. Salah satu
program wajib di SMK adalah siswa melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL).
Untuk memberikan akses belajar kepada siswa selama berada industri maka perlu
pembelajaran secara blended learning menggunakan media handphone. Agar hasil
belajar siswa dapat maksimal maka pengembangan pembelajaran ini dilakukan
dengan menerapkan pola penelitian dan pengembangan diadaptasi dari The Steps of System
Approach Model of Educational Reseach and Development (R &D), Fourth Edition dan Seventh Edition karya Borg and Gall. Model
blended learning yang akan
dikembangkan adalah model Norman Vaughan dan Model Flippled Classroom. Bahan pembelajaran
yang dikembangkan adalah mata pelajaran sistem komputer. Pengukuran hasil
pengembangan dilakukan dengan cara melaksanakan evaluasi formatif yang terdiri
dari evaluasi one to ane with expert, one to one with learner, small group dan
field trial
Keywords : Blended Learning,
Handphone, Mata pelajaran Sistem Komputer, Penelitian dan pengembangan.
1. Introduction
Pendidikan
mempunyai peranan penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan kualitas sumber
daya manusia, terarah, terpadu dan
menyeluruh melalui berbagai upaya produktif dan kreatif oleh seluruh komponen
bangsa, agar generasi muda dapat berkembang secara optimal sesuai dengan
potensinya.
Untuk menghasilkan
SDM yang berkualitas dapat dilakukan pada jalur pendidikan formal, pendidikan non formal
maupun informal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang diselenggarakan di
sekolah melalui proses belajar mengajar, berjenjang dan berkelanjutan mulai
dari pendidikan dasar, pendidikan menengah sampai pendidikan tinggi. Pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan.
Kualitas sumber daya manusia (SDM) akan menjadi kunci utama dalam
memenangi persaingan pada era MEA. Tanpa
adanya upaya peningkatan kualitas SDM secara cepat, Indonesia bakal kalah
bersaing dengan para pencari kerja asing yang masuk ke tanah air[1]. Gambaran umum
kondisi pencari kerja yang berasal dari lembaga pendidikan di Indonesia hingga
akhir tahun 2014 seperti gambar 1.1
|
Salah Satu Jenjang pendidikan yang memiliki pengaruh langsung
terhadap upaya penciptaan kualitas sumber daya manusia adalah sekolah menengah
kejuruan. Proses penyelenggaraan pendidikan pada SMK lebih diarahkan untuk
memberikan keterampilan / skill kepada siswa sebagai persiapan untuk memasuki
dunia kerja.
Guna meningkatkan peran SMK dalam
kancah persaingan pasar global dan untuk menyiapkan tenaga terampil tingkat
menengah maka penyenggaraan SMK perlu lebih meningkatkan peran serta siswa
dalam belajar. Proses pembelajaran di SMK
perlu menerapkan pembelajaran yang inovatif dan produktif sehingga siswa
dapat mengembangkan kompetensinya yang difasilitasi oleh guru. Untuk tujuan ini
diperlukan perubahan kurikulum, cara mengajar harus mampu mempengaruhi perkembangan pendidikan karena pendidikan
merupakan tolok ukur pembelajaran dalam lingkup sekolah. Hasil-hasil
pembelajaran berbagai disiplin ilmu di SMK seringkali tidak dapat memuaskan
berbagai pihak yang berkepentingan (stacholder),
hal ini disebabkan oleh : 1) pendidikan kurang sesuai dengan kebutuhan dan
fakta yang ada sekarang (need assessment); 2) metodologi, strategi dan teknik
yang kurang sesuai dengan materi dan 3). Prasarana yang kurang mendukung proses
pembelajaran. Untuk memperbaiki kondisi tersebut maka diperlukan perbaikan mutu
proses dan hasil pembelajaran dengan pandangan-pandangan dan temuan-temuan baru
di berbagai bidang, metodologi pembelajaran yang dimutakhirkan, diperbaharui
dan dikembangkan oleh berbagai kalangan khususnya kalangan pendidikan,
pengajaran dan pembelajaran[1] Peningkatan
kualitas pembelajaran di SMK sebagai upaya memperkecil pengangguran lulusan
SMK, dapat dilakukan dengan meningkatan sarana dan peningkatan kualitas
penyelenggaraan proses belajar mengajar di SMK. Wibawa menyatakan bahwa sarana
fisik dan non fisik perlu dibangun dan disediakan sesuai dengan standar mutu
agar dapat menjamin terjadinya proses belajar mengajar yang secara optimal.[2]
Proses pembelajaran di kelas XI di SMKN 1 Kota Bengkulu terdapat
proses pembelajaran yang kurang efektif pada kelas XI karena yaitu pada saat
pelaksanaan praktik kerja lapangan (PKL) selama 3 bulan atau setara dengan 576
jam pelajaran. Ketidakefektifan ini disebabkan karena guru dan siswa tidak bisa
melaksanakan pembelajaran seperti biasanya dikarenakan siswa selama PKL berada
di industri, sehingga mata pelajaran hanya dilakukan dalam bentuk pembuatan
tugas-tugas yang diberikan oleh guru pada awal kegiatan dan dikumpulkan setelah
siswa masuk kembali ke sekolah. Untuk mengatasi permasalahan ini kiranya perlu
melakukan modifikasi model pembelajaran oleh guru sehingga proses pembelajaran
masih dapat dilakukan, meskipun guru dan
siswa tidak bertemu di ruang kelas. Upaya ini perlu dilakukan supaya semua mata
pelajaran dapat diberikan dan siswa secara optimal. Kemajuan teknologi
informasi seperti handphone saat ini
dapat dijadikan salah satu fasilitas untuk mewujudkan proses pembelajaran
tersebut. Guru masih dapat memberikan pembelajaran kepada siswa, demikian juga
siswa masih dapat mengikuti materi-materi pelajaran yang diberikan oleh guru.
Pengembangan blended learning
berbasis handpone akan diujicobakan
pada mata pelajaran sistem komputer kelas XI karena dilihat dari hasil belajar
siswa pada tahun pelajaran 2013/2014 memperlihatkan hasil yang belum maksimal.
Masih banyak siswa yang belum kompeten (dibawah KKM = 70) sehingga kiranya
perlu dilakukan perbaikan proses pembelajaran. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada grafik 1.1 dan grafik 1.2.
Adanya waktu pembelajaran yang tidak efektif ini dapat ditanggulangi
dengan menerapkan beberapa model pembelajaran dalam bentuk blended learning yaitu pembelajaran yang memadukan antara
pembelajaran konvensional secara tatap muka dengan penerapan media handphone.
2. Blended Learning berbasis
Handphone
Pengembangan blended learning
berbasis handphone dilaksanakan dengan cara memadukan pembelajaran secara tatap muka dengan pembelajaran secara
online. Gagne at. All menyatakan “The
term blended learning refers to a training product or program that combines several
different delivery methods, such as collaboration software, online courses,
electronic performance support systems, and knowledge management practices.....[1]. Blended
learning merupakan pembelajaran campuran pada produk pelatihan atau program
yang menggabungkan beberapa metode yang berbeda, seperti perangkat lunak
kolaborasi, kursus online, sistem
pendukung kinerja elektronik, dan praktek manajemen pengetahuan.
Thorne menyatakan ”Blended Learning
is the most logical and natural of our learning agenda. It suggests an elegant
solution to the chellenges of tailoring learning and development to the need of
individuals....”[2]. Blended Learning adalah agenda
pembelajaran kami yang paling logis dan alami. Ini menunjukkan solusi yang baik
untuk menghadapi tantangan pembelajaran dan pengembangan kebutuhan individu. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara
menerapkan beberapa model dalam pembelajaran dinamakan dengan blended learning.
Hew & Cheung menjelaskan “Blended
learning as the integration of almost all multiple learning methods or
techhiques such as combination of laboratory sessions, face-to-face lectures,
assigned redings, formal coursework, self-paced, collaborative, online format,
as well as supervised hends-on practice..”[3].
Blended learning sebagai integrasi
secara keseluruhan dari beberapa metode atau teknik pembelajaran seperti
kombinasi sesi laboratorium, kuliah tatap muka, membaca penugasan, kursus
formal, serba diri, kolaboratif, format yang online, serta pengawasan praktik.
Penerapan blended learning
dalam pembelajaran menurut Hew &
Cheung perlu memperhatikan “ Four main reasons of blended learning : 1.
an ability to meet students educational needs, 2. improving student-to-student
communication, 3. the average overall per-student cost, and improving student
learning outcomes as well as lowering attrition rates, 4. increasingly attract
more and more educational institutes to embrace the blended learning approach[4]. Empat alasan utama pemakaian blended learning adalah : 1). kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan peserta didik / siswa, 2). meningkatkan
komunikasi peserta didik / siswa, 3). rata-rata biaya persiswa secara
keseluruhan, dan meningkatkan hasil belajar siswa serta menurunkan tingkat
putus sekolah, 4) semakin menarik dan lebih banyak lembaga pendidikan untuk
menerapkan pendekatan blended learning.
Allen and Seaman menyatakan “have defined blended learning as a course
with 80% of the content being delivered online, with a blended course being one
where 30–79% of the content is delivered online alongside face-to-face
sessions...[5].
Blended learning didefinisikan sebagai kursus dengan 80% disampaikan
melalui secara online, dengan
dicampur 30-79% konten pembelajaran yang disampaikan sesi tatap muka. Masie (2002)
mendefinisikan blended learning sebagai penggunaan dua atau lebih metode pelatihan
yang berbeda.
Penyelenggaraan
pelatihan dengan menggunakan berbagai model pembelajaran menurut Aora et all
perlu memperhatikan hal-hal seperti berikut ini
:
The training program that was developed had
three core elements:
1.
Blended Learning: presents strategies for
integrating face-to-face and online sessions and assignments effectively to
impact student learning
2.
Assessing Your Blended Course: engages
faculty in writing effective student learning objectives, aligning those
objectives with course assignments, and then assessing student learning;
outlines mentor process.[6]
Guna memaksimalkan
pencapaian pembelajaran, maka pembelajaran dapat menerapkan blended learning, sebagaimana pendapat
Aora et all seperti berikut : “Blended
learning focuses on optimizing achievement of learning objectives by applying
the “right” learning technologies to match the “right” personal learning style
to transfer the “right” skills to the “right” person at the “right” time.[7]
Blended learning berfokus pada
pencapaian tujuan pembelajaran yang optimal dengan menerapkan teknologi
pembelajaran yang tepat untuk mencocokkan gaya belajar pribadi yang benar untuk
mentransfer keterampilan yang benar
untuk orang yang benar diwaktu yang benar.
Bersin menjelaskan tentang
blended learning sebagai berikut “ Blended learning is the combination of
different training “media” (technologies, activities, and types of events) to
create an optimum training program for a specific audience...[8]
. Blended learning adalah kombinasi
dari media pelatihan yang berbeda-beda (teknologi, kegiatan, dan jenis
peristiwa) untuk membuat program pelatihan yang optimal untuk audiens tertentu.
Horn and Staker menjelaskan “Blended learning is a formal education program in
which a student learn at least in part through online learning with some
element of student control over time, place, path,and/or pace and at least in
part at a supervised brick and mortar location away from home.[9] Blended learning adalah program
pendidikan formal yang mana siswa belajar setidaknya melalui pembelajaran online dengan beberapa elemen pengontrol
siswa sepanjang, tempat, jalan, dan / atau kecepatan dan setidaknya sebagian
itu diawasi dan diakomodir dari rumah.
Wang, Han, and Yang menjelaskan “The content in blended learning
In terms of innovative curriculum design in blended learning. Elia, Secundo,
Assaf, and Fayyoumi summarized the
following new principles “a) the involvement of heterogeneous stakeholders in
the course’s design phase; b) the focus on development rather than on knowledge
transfer; c) the choice of team work as an additional to evaluate individual
students’ performances; d) presence of remote and F2F interactions among peers
and between teachers and students; e) the usage of web 2.0 tools as enablers of
collaborative learning processes and social networking; f) continuous tutoring
both for content and technological issues.[10].
Konten dalam blended learning dalam bentuk desain kurikulum inovatif pada blended learning, Elia, Secundo, Assaf,
dan Fayyoumi merangkum prinsip-prinsip baru berikut : a) keterlibatan pemangku
kepentingan yang heterogen dalam perjalanan tahap desain ini; b) fokus pada
pengembangan daripada transfer pengetahuan; c) pilihan tim kerja sebagai
tambahan untuk mengevaluasi kinerja masing-masing siswa; d) adanya interaksi
terpencil dan F2F antara rekan-rekan dan antara guru dan siswa; e) penggunaan
web 2.0 sebagai alat dari proses pembelajaran kolaboratif dan jaringan sosial;
f) bimbingan terus menerus baik untuk masalah konten dan teknologi.
Graham, Allen, and Ure dalam Koc, Liu dan Wachira menyatakan “Reviewed many definitions of blended
learning and came up with three common themes: combining instructional
modalities or media, combining instructional methods, and combining online and
face-to-face instruction. Graham (2005) then created the definition: “Blended
learning systems combine face-to-face instruction with computer-mediated
instruction.[11] Ulasan beberapa definisi dari blended learning mengemukan tiga tema
umum yaitu : 1) menggabungkan modalitas instruksional atau media, 2)
menggabungkan metode pembelajaran, dan 3) menggabungkan pembelajaran secara online dan instruksi tatap muka. Graham
(2005) kemudian membuat definisi: "sistem pembelajaran blended yang menggabungkan instruksi
tatap muka dengan instruksi-dimediasi komputer.
Vaughan menjelaskan blended learning sebagai “For the purpose of this research study,
blended learning is defined as the intentional integration of face-to-face and
online learning experiences through the use of digital technologies.[12]
Untuk tujuan penelitian ini, blended
learning didefinisikan sebagai integrasi yang disengaja melalui tatap muka
dan pengalaman belajar secara online
dengan penggunaan teknologi digital.
3. Proses pembelajaran Blended Learning berbasis Handphone
Pembelajaran blended learning dapat dilakukan dengan
cara menggabungkan pembelajaran konvensional yaitu tatap muka dengan
pembelajaran yang menggunakan berbagai media elektronik. Hal ini sejalan dengan
pendapat Hogan dalam Kitchenham menyatakan : “Refers to use of the use wireless devices to make online learning even
more anytime anyplace. Devices include laptops, MP3 players, IPods, personal
digital assistants (PDAs), eBook readers, and smart phones.[13]
Mengacu pada penggunaan perangkat nirkabel untuk membuat pembelajaran online
bisa digunakan kapanpun dan dimanapun. Perangkat termasuk laptop, MP3 player,
iPod, personal digital assistant (PDA), pembaca e-book, dan ponsel pintar.
Lebih lanjut Hogan menjelaskan ruang lingkup blended learrning meliputi : 1) Dynamics
and Access: What is the frequency of use of computer technology necessary for
success in the course?; 2) Assessment: How much of the assessment is done via
computer technology?; 3) Communication: How much of the communication happens via computer technology? 4) Content:
How much of the content is available via
computer technology?.[14]
Blended learning meliputi : 1)
Dinamika dan akses: Apa frekuensi penggunaan teknologi komputer yang diperlukan
untuk sukses dalam kursus ?; 2) Penilaian: Berapa banyak penilaian yang
dilakukan melalui teknologi komputer ?; 3) Komunikasi: Berapa banyak komunikasi
yang terjadi melalui teknologi komputer? 4) Isi: Berapa banyak konten yang
tersedia melalui teknologi komputer.
Thorne menjelaskan “ Blended learning is a mix of: 1) Multimedia
technology; 2) CD ROM video streaming; 3) Virtual classrooms; 4) Voicemail,
email and conference calls; 5) Online text animation and video-streaming.[15] Blended
learning adalah campuran dari: 1). Teknologi Multimedia; 2) CD ROM
Streaming video, 3) Virtual ruang kelas; 4) Voicemail, email dan panggilan
konferensi; 5) online teks
animasi dan video streaming.
Sebagaimana telah
diuraikan pafa bagian diatas bahwa Blended
Learning adalah pembelajaran yang menggabungkan antara pembelajaran tatap
muka (face-to-face) dan pembelajaran online menggunakan handpone, maka pelaksanaan blended
learning di dalamnya terdapat bentuk interaksi antara guru dan siswa yang
dilakukan secara kombinasi antara pembelajaran yang dilaksanakan secara tatap
muka maupun secara online.
Pembelajaran konvensional dilaksanakan dalam format yang sederhana.
Pembelajaran dilaksanakan dalam bentuk tatap muka langsung antara guru dengan
siswa di ruangan kelas. Pembelajaran berlangsung selama waktu tertentu yang
terjadwal, sehingga pembelajaran antara siswa dengan guru menjadi relatif
terbatas yaitu pembelajaran dilakukan selama 2 x 45 menit untuk satu (1)
pertemuan.
Pelaksanaan Blended learning menurut Virtual, Horn & Staker adalah : “a course or subject in which students have
required fa-to-face learning sessions with their teacher of record and then are
free to complete theory remaining coursework remote from the face-to-face
teacher”. Kursus atau subjek di mana siswa telah diperlukan dalam sesi
belajar secara tatap muka dengan merekam guru mereka dan kemudian bebas untuk
menyelesaikan teori kursus yang masih tersisa atau tertinggal pada pembelajaran
tatap muka dengan guru.[16]
Untuk menentukan jumlah pembelajaran dipergunakan model Norman Vaughan dan untuk menentukan model
pembelajaran secara online
dilakukan dengan cara memodifikasi Model Flippled Classroom. Gambaran pelaksanaan
model blended learning berbasis handphone seperti berikut
4. Media Pembelajaran
Berbasis Handphone
Boss & Krauss menyatakan “mobile phone are truning into
multifunctional gadgets, and evem those billed as just phone ofter usefull
learning function. Most of today’s phone let you talk, photograph, do text
messaging, and browse the internet from most anywhere”[1]. Ponsel berubah menjadi gadget multifungsi,
dan bahkan mereka berperan sebagai telepon yang sangat berguna dalam proses
pembelajaran. Sebagian besar ponsel saat ini digunakan untuk berbicara, foto,
melakukan pesan teks, dan browsing internet dari mana saja. Terkait dengan
pelaksanaan pembelajaran, pembelajaran bisa dilakukan dimana saja dengan
bantuan telepon seluler (di Indonesia disebut HP dan istilah internasionalnya mobile phone / MP) maka dinamakan dengan
mobile learning (m-learning). Jika seseorang pembelajarannya melakukan interaksi
dengan lingkungan e-learning seperti chatting yang bertujuan pembelajaran
maka dinamakan blended learning.[2]
Baran menyatakan : “Mobile learning holds promises for creating mobile, collaborative,
contextualized, customized, and personalized learning opportunities for
teachers.”[3].
Ponsel pembelajaran berjanji untuk membuat ponsel yang kolaboratif,
kontekstual, umum, dan kesempatan belajar secara personal bagi para guru.
Zorica, et.all
menjelaskan bahwa “In order to integrate
mobile educational activities into Moodle, a mobile quiz application has been
developed. The application enables the recognition of a device used for
accessing the system and adaptation of educational content with respect to
technical characteristics of the device, especially the screen size. The
application is based on blending traditional and mobile educational activities
within an e-learning course. A blended course consists of activities adjusted
to displayon desktop computers (e-activities) and mobile devices
(m-activities). An adaptability layer ensures the recognition of devices that
are used to access the LMS.[4]
Untuk mengintegrasikan kegiatan pendidikan ponsel ke Moodle, aplikasi kuis mobile telah
dikembangkan. Aplikasi ini memungkinkan pengakuan dari perangkat yang digunakan
untuk mengakses sistem dan adaptasi konten pendidikan sehubungan dengan
karakteristik teknis dari perangkat, terutama ukuran layar. Aplikasi ini
didasarkan pada pencampuran kegiatan pendidikan tradisional dan mobile dalam
kursus e-learning. Sebuah kursus
dicampur terdiri dari kegiatan disesuaikan dengan komputer desktop yang display
(e-aktivitas) dan perangkat mobile (m-kegiatan). Lapisan adaptasi memastikan
pengakuan perangkat yang digunakan untuk mengakses LMS. Proses untuk pengaplikasian moodle untuk pembelajaran dapat
dilakukan dengan langkah-langkah : 1)
Download Easy PHP and Moodle; 2) Install Easy PHP; 3) Set up the MySQL databse;
4) install Moodle.[5]
Juddy, Lever-Deuffy,
and McDonald menyatakan “When
implementing technology in today's schools, one must consider how technologies
are likely to change and emerge in the coming years. Today's purchase are most
wisely made when they are likely to be compatible with the technologies that
will be available tomorrow...[6] Ketika menerapkan teknologi di
sekolah-sekolah saat ini, kita harus mempertimbangkan bagaimana teknologi
cenderung berubah dan muncul di tahun-tahun mendatang. Pembelian hari ini yang
paling bijaksana dibuat ketika mereka cenderung kompatibel dengan teknologi
yang akan tersedia besok.
Wagner dalam Januszewki,
Alan and Molenda menyatakan “...mobile
learning represents the next step in a
long traditional of technology-mediated learning. It will feature new l
strategies, practices, tools, applications, and
resources to realize the promise of ubiquitous, pervasive, personal, and
connected learning”[7].
Mobile learning
merupakan
langkah berikutnya
dalam
tradisional
panjang
teknologi-mediasi belajar. Ini akan menampilkan
strategi baru, praktek,
alat,
aplikasi,
dan sumber daya
untuk mewujudkan
janji di
mana-mana, meresap,
pribadi,
dan pembelajaran terhubung.
5. Tahapan Pengembangan
Pembelajaran Berbasis Handphone
Tahapan pengembangan model
pembelajaran yang akan digunakan adalah mengadopsi model The Steps of System Approach Model of Educational Reseach and Development
(R &D), Fourth Edition dan Seventh Edition karya Borg and Gall. Model blended
learning yang akan dikembangkan adalah model Norman Vaughan dan Model Flippled Classroom.
Tahapan proses pengembangan sebagai berikut : 1) Data and Information
Collecting, 2) Identity Instructional
Goal, 3) Conduct instructional Analyze, 4) Analyze Learners and Contexts, 5)
Write Performance Objectives, 6) Develop Assessment
Instrument, 7) Develop Instructional Strategy, 8
Develop and Select
Instructional Materials, 9) Revise
Instruction, 10) Design and Conduct Formative
Evaluation of Instruction.[8]
[1]
Suzie Boss & Jane Krauss, Reinveting
Project-Based Learing, Your Field Guide to Real-Word Projects in the Digital
Age. (USA: International Society for Technology in Education), 2007.
[2] Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, Teori dan Konsep Dasar. (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2013), h, 140.
[3]
Evrim, Baran, A Review of Researc on
Mobile Learning in Teacher Education. Middle East Technical University,
Fakulty of Education, (Department of Education Science Ankara, Turkey//ebaran
@metu.edu.tr, 2014), h. 92.
[4] Zorica Bodanovic, et.all, Evaluation
of mobile assessment in a learning Management System (Bristish Journal of Educational Technology Vol 45 No. 2 2014
doi:10.1111/bjet.12015), 2014, h. 236.
[5] Helena Gillespie et.all, Learning and Teaching with Virtual Learning Environments, (British: Learning Matters Ltd, 2007), hh. 97-98.
[6] Judy Lever-Deuffy, and
McDonald, Teaching and Learning With Technology Fourth Edition,(Boston: Pearson education Inc, 2011), h, 369.
[7] Alan Januszewki and Michael Molenda,
Educational Technology, A Definition with
Commentary (New York: Taylor & Francis Group, 2008), h.
[8] Walter Dick, Lou Carey, and James O Carey, The Sistematic Design of Instruction: Sixth
Edition (New Jersey : Pearson, 2009),
hh. 6-8.
[1] Robert M. Gagne et.all, Principles
of Instructional Design,Fifth Edition (United State of Amerika: Thomson-Wadsworth,
2005), h. 224.
[2] Kaye
Thorne. Blended Learning How to Integrate
Online and Traditional Learning (London; Kogan Page Limited, 2003), h. 16.
[3] Khe Foon Hew & Wing Sum
Cheung, Using Blended Learning Evidence-Based Practices (Springer Singapore
Heidelberg New York Dordrecht Lonon, 2014), h. 2.
[5] Selma
Koc, Xiongyi Liu, Patrick Wachira, Assessment
in Online and Blended Learning Enviroment. (Charlotte, NC; Information Age
Publishing, Inc, 2015), h, 22.
[7] Larry Bieslawki and Davaid Metcalf, Blended eLearning, Integrating Knowledge, Performance,
Support, and Online Learning (Amherst;
HRD Press Inc, 2003), h. 264.
[8] Josh Bersin,
The Blended Learning Book, Best
Practices, Proven Metodologies and Lessons Learnerd (San Francisco; John
Wiley & Sons, Inc, 2004) h. xv.
[9] Michael B. Horn and Heather Staker, Blended
Using Disrubtive Innovation to Improve Schools, (San Francisco: Jossey-Bass
A Wiley Brand, 2015), h. 53.
[10] Yuping Wang, Xibin Han, and Juan Yang, Revisiting the Blended Learning Literature: Using a Complex Adaptive
Systems Framework (Educational
Technology & Society, 18 (2), 2015.). h. 387.
[11] Selma Koc, Xiongyi Liu, Patrick Wachira, Assessment in Online and Blended Learning Enviroment (Charlotte,
NC; Information Age Publishing, Inc, 2015), h, 22.
[13] Andrew, Kitchenham, Blended Learning Across Disciplines Models for Implementation, (Unites
States; Information Science Reference, 2011), h, 98.
[14] Ibid, h. 124
[15] Kaye Thorne, Blended Learning How
to Integrate Online and Traditional Learning (London; Kogan Page Limited), 2003, h,16.
[16] Michael B. Horn & Heather Staker,
Blended Using Disruptive Innovation to
Improve School (San Francisco:
Jossey-Bass, 2015) h,60.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar